Bank
syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalah secara Islam.
Keadilan
mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang
matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip
saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Dasar
beroperasinya bank Islam yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep
bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam,
tidak mengenal
peminjaman uang tetapi adalah kemitraan / kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
peminjaman uang tetapi adalah kemitraan / kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Didalam
menjalankan operasinya fungsi bank Islam akan terdiri dari:
1. Sebagai
penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh
pemegang rekening investasi / deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai
dengan kebijakan investasi bank. 2. Sebagai pengelola investasi atas
dana yang dimiliki oleh pemilik dana / sahibul mal sesuai dengan arahan
investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak
sebagai manajer investasi 3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
4.
Sebagai
pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta
penyaluran dana kebajikan ( fungsi optional )
Dari fungsi tersebut maka produk bank Islam akan terdiri
dari :
Perjanjian antara dua pihak dimana
pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua
sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi
dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh,
sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah
dibedakan menjadi :
- Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki,
- Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.
Perjanjian antara pihak-pihak untuk
menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau
kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau
bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa
proyek.
3. Prinsip
Wadi’ah
Adalah titipan dimana pihak pertama
menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan
konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana
penitip dapat dikenakan biaya penitipan.Berdasarkan kewenangan yang diberikan
maka wadiah dibedakan menjadi :
- Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro, Tabungan, Deposito.
- Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).
- Murabahah
Akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. - Salam
Pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian - Ishtisna
Pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
1.
Ijarah
Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik (IMBT).
Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik (IMBT).
2.
Wakalah
Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
3.
Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
4.
Sharf
Transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran
6. Prinsip
Kebajikan
Transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran
Yaitu penerimaan dan penyaluran dana
kebajikan dalam bentuk zakat infaq shodaqah (ZIS) dan lainnya, serta
penyaluran qardul hasan yaitu penyaluran dalam bentuk pinjaman untuk
tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta
imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
Dengan
prinsip operasi yang berbeda dengan bank konvensional memberikan implikasi
perbedaan pada prinsip akuntansi baik dari segi penyajian maupun pelaporannya.
Laporan akuntansi bank Islam akan terdiri dari :
·
Laporan posisi keuangan / neraca
·
Laporan laba-rugi
·
Laporan arus kas
·
Laporan perubahan modal
·
Laporan perubahan investasi tidak bebas /terbatas
·
Catatan atas laporan keuangan
·
Laporan sumber dan penggunaan zakat
·
Laporan sumber dan penggunaan dana qard/qardul hasan
Beberapa
hal yang menonjol dalam akuntansi bank Islam adalah :
- Giro dan tabungan wadiah dicatat / disajikan sebagai hutang dalam neraca.
- Rekening investasi mudharabah bebas / deposito dicatat/disajikan sebagai rekening tersendiri antara hutang dan modal (bukan hutang).
- Rekening investasi tidak bebas dicatat terpisah sebagai off balance sheet account dalam bentuk laporan perubahan posisi investasi tidak bebas.
- Piutang murabahah dicatat sebesar sisa harga jual yang belum tertagih dikurangi dengan margin yang belum diterima
- Investasi mudharabah dan musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang disertakan atau diinvestasikan
- Aset yang disewakan dicatat sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
- Pendapatan pada umumnya diakui secara cash basis sedang beban tetap secara accrual basis
- Bagi hasil antara mudharib dan sahibul mal dilakukan atas profit loss sharing atau revenue sharing, sedangkan pendapatan bank yang berasal dari investasi dana sendiri atau dari dana yang bukan berasal dari rekening investasi sepenuhnya menjadi pendapatan bank, disamping itu pendapatan jasa bank sepenuhnya menjadi pendapatan bank yang tidak dibagi hasilkan.
Prinsip
akuntansi bank Islam mengacu pada Accounting and Auditing Standard for Islamic
Financial Institution yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution yang berpusat di Bahrain yang
didirikan pada tahun 1991 atas prakarsa IDB dan beberapa lembaga keuangan Islam
besar dan sekarang telah mempunyai anggota hampir seluruh lembaga keuangan
Islam.
Transaksi
syariah berasaskan pada prinsip :
a)
Persaudaraan
(uhkhuwah)
Merupakan nilai universal yang
menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk
kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Transaksi
syariah menjujung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang
tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam
transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum),
saling menolong (ta’awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi
dan beraliansi (tahaluf).
b)
Keadilan
(‘adalah)
Menempatkan sesuatu yang hanya pada
tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan
sesuatu sesuai posisinya. dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adannya
unsur:
a.
Riba/bunga
dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl, Riba sendiri
diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam
transaksi barang, termasuk penukaran yang sejenis secara tunai maupun tangguh
dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
b.
Kezaliman,
baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Kezaliman diterjemahkan
memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponnya mengambil
sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai
tempatnnya/posisinya.
c.
Maisir/
judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitasnnya.
d.
Ghahar/unsur
ketidakjelasan, manipulsidan eksploitasi informasi serta tidak adannya
kepastian pelaksanaan akad, seperti: ketidakpastian penyerahan objek aqad, atau
eksploitasi karena salah satu pihak tidak mengerti isi perjanjian.
e.
Haram/segala
unsur yang dilarang tegas dalam Al-qur’an dan As-sunah, baik dalam barang/jasa
ataupun aktivitas operasional terkait.
c)
Kemaslahatan
(maslahah)
Merupakan segala bentuk kebaikan dan
manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi,
material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan
harus memenuhi dua unsur yaitu: halal (patuh terhadap ketentuan syariah) dan
thayib (membawa kebaikan dan bermanfaat).
d)
Keseimbangan
(tawazun)
Meliputi keseimbangan aspek material
dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis
dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi
syariah tidak hanya memperhatikan kepentingan pemilik semata tetapi
memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga dapat merasakan manfaat adanya
suatu kegiatan ekonomi tersebut.
e)
Universalisme
(syumuliyah)
Artinya dapat dilakukan oleh,
dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan,
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan
lil alamin).
Implementasi
trasaksi yang sesuai dengan pradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi
karateristik dan persyaratan antara lain:
- Karateristik hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida,
- Prinsip kebebasan transaksi diakui sepanjang objeknya hal dan baik (toyyib),
- Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas,
- Tidak mengandung unsur riba,
- Tidak mengandung unsure kezaliman,
- Tidak mengandung unsur maysir,
- Tidak mengandung unsure gharar,
- Tidak mengandung unsure haram,
- Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk),
- Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungansemua pihak tanpa merugikan orang lain sehingga tidak diperkenenkan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunkan dua transaksi bersmaan yang berkaitan(ta’alluq) dalam satu akad,
- Tidak ada distori harga melalui rekayasa permintaan(najasy), mupun melalui rekayasa penawaran, dan
- Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap(risywah).